Tragedi 11 September
“Alhamdulillah segala yang diidam-idamkan KPJ akhirnya terlaksana juga yaitu hajatan SPAT (sidang permusyawaratan anggota terbatas) yang dikuras setahun sekali”, begitu ungkapan bang aji Uta amin mantan kuncen MPO tahun kepengurusan 2004 –2005. Nampaknya panitia kali ini telah maksimal di dalam kerjanya, hal tersebut terlihat dari penataan ruang, dekorasi dan fasilitas yang mendukung seperti TV, handy cam dan camera digital, acara tersebut nampak memenuhi syarat, baik tempat maupun sound system serta pengaturan tentatif acara cukup baik. Tak salah jika Riyad atau biasa dipangil ‘Rejal’ sering mengulangi kata-kata, “Kita akan berusaha sebersih mungkin dan seprofesional mungkin didalam acara nanti”, hal ini cukup untuk membuktikan bahwa periode sebelumnya yaitu periode bang Amir dapat meneteskan dan menelorkan generasi yang dapat diandalkan, rembesan-rembesan kinerja periode demosioner nampak melekat di tubuh kepanitiaan SPAT, “gaya kepanitiaan yang santai namun pasti”, hal tersebut diungkap oleh bang Thomas sebagai ketua panitia, lebih lanjut dia katakan,” kita hanya beberapa orang saja di dalam kerjaan besar ini, pada permulaan kerja panitia, kami hanya dibantu oleh Riyadh dan Hafiz, selebihnya kami masih sepenuhnya diarahkan oleh bang Utha selaku mantan ketua MPO dan bang Fadhil sebagai mantan ketua II, namun untunglah teman-teman mau mengerti dan mau turut andil , dimana beberapa panita dari putri sekalipun sedang sibuk di buletin Fajar seperti Rani, Septi dan Lala setia sampai akhir acara”.
Kebiasan jelek yang perlu dihilangkan yaitu jam karet, dimana acara SPAT baru dibuka dan dimulai pukul 17.00 dari pukul 12.00 siang yang direncanakan, itupun baru dihadiri oleh tidak kurang 20 orang, sehingga pada saat bang Yani selaku ketua presidium sidang membagi Komisi, masing-masing komisi hanya berjumlah 5 orang dari 4 komisi yang dibentuk.
Acara mulai terlihat bervariasi dan terdengar respek seetelah solat maghrib, dimana ketua umum KPJ mulai membacakan LPJ nya.
Sekalipun berjalan alot kehadiran perserta semakin terlihat pertambahan jumlah meskipun menurut penulis yang hadir adalah wajah–wajah baru yang masih polos. Hal tersebut bukan tidak berpengaruh pada penilaian terhadap LPJ ketua, terbukti kurang terlihat adanya respon balik dari mereka, hal yang bisa memastikan hal itu adalah sebuah pertanyaan bagaimana mereka bisa memberi tanggapan terhadap perjalanan kepungurusan KPJ demosioner jika kedatangan mereka ke Mesir dan keanggotaan mereka baru seumur jagung.
Lagi-lagi pertanyaan berkutat di masalah keuangan dan kegiatan yang tidak terlaksana, sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak memberi solusi.
Nampaknya hal ini kurang diperhatikan oleh setiap kepengurusan dari tahun ke tahun yaitu: rancangan anggaran keuangan organisasi, neraca pengeluaran dan penghasilan, serta klasifikasi dan perencanaan program yang detail.
Penilaian terhadap LPJ yang digelar ketua sidang pada pandangan umum mulai reda setelah bang Gus Faiz melontarkan sabdabya, Beliau katakan dengan bahasa khasnya: ”Kondisi kita jadikan catatan bahwa perlu adanya perbaikan di dalam pembuatan laporan secantik mungkin agar semua menjadi jelas”. Dialog alot pun terhenti seperti ada kekuatan magnet setelah ucapan tersebut didengar peserta sidang.
LPJ yang disampaikan bang Amir mendapat nilai yang bervariasi dari peserta yang menilai mumtaz, jayyid maupun makbul, namun berakhir pada ketukan dengan pernyataan LPJ ketua KPJ diterima.
KPJ dikenal dengan kekeluargaan yang harmonis dan membaur, tidak membedakan senioritas, bernuansa kekeluargaan guyub dan senang kumpul, namun kali ini nampak terlihat lengang dan sunyi dari itu semua, orang-orang tua kita tidak nampak di acara yang membutuhkan profil tauladan, sampai tengah malam hajatan milik KPJ yang sangat besar ini belum terlihat mempunyai kharisma orang tua kecuali bang Irwan sekeluarga dan gus Faiz, mengapa kami katakan demikian, pada pembahasan penting seperti GBPKO bang Hasyim sebagai presidium III seringkali menunjukan kurang menguasai permasalahan yang disebabkan beliau sendiri sempat hilang dari dinamika organisasi di KPJ selama 3 tahun. Bukan hal yang sebentar jika dibanding perubahan yang terjadi di KPJ hal tersebut dikuatkan dari nampaknya beberapa peserta menepis argumen yang dilontarkan oleh bang Hasyim, di sisi lain banyak peserta yang tidak tahu apa-apa tentang KPJ, terlebih lagi perkara-perkara yang dibahas adalah GBPKO menjadikan dialog semakin tidak nyambung, sementara para orang tua yang mengerti dan pernah menggodok semua ini belum terlihat kehadirannya.
Perguliran pendapat, dan arus demokrasi terus mengisi detik-detik yang berjalan, sekalipun di luar seketariat orange milik warga betawi udara malam mulai ditiup angin sejuk, tapi SPAT mulai memanas ketika AD/ART selesai dibahas yang dipimpin oleh presidium sidang III bang Jafar al-ayyubi dalam waktu dan tempo yang sesingkat-singkatnya.
Suasana mulai namapak komunikatif antar peserta sidang sampai pada menit dimana mereka diajukan calon-calon ketua Majelis Penasehat (MP) dan Majelis Pembimbing Organisasi(MPO).
Berjalannya pemilihan anggota MP maupun MPO keduanya nampak lancar dan tidak ada ketegangan yang berarti. Hasil yang dapat kami liput dari pemilihan yang cukup bijaksana yaitu, untuk anggota MP adalah bang Mahdi menempati suara terbanyak yaitu 32 setelah itu bang irwan maulana 31 suara menyusul di bawahnya adalah bang Rofii, bang gus Faiz, dan bang Utha. Adapun untuk MPO, SPAT kali ini memberi jatah gratis tiga orang putri untuk menempati posisi tersebut tanpa pemilihan dimana masing-masing mereka adalah: Eva Zahara, Ade Nailul Huda, dan Nurbaity. Adapun untuk yang melalui pemilihan adalah: A.Yani, Hasyim, Jafar al-ayyubi, Amirulloh Khotib dan Mustofa Kamal.
Hari semakin malam tragedi 11 September di awal pagi minggu sudah memasuki detik mendebarkan. Di luar dugaan massa SPAT semakin membludak, sehingga dengkul peserta sudah saling bersentuhan, hal tersebut berlangsung pada gerbang pemilihan calon orang nomor satu KPJ periode 2005-2006.
Terlebih dahulu panitia pengumumkan beberapa nama calon yang masuk berdasarkan formulir yang sah serta menyebutkan kriteria calon yang tertera pada AD/ART. Nampak juga dipajang di tembok pink sekretariat terpampang beberapa karikatur wajah menunjukan simbol-simbol dan gambar calon–calon kuat KPJ, diantaranya Fadil, Kisanda, Zubairin, Sukroni dan Baihaqi, dengan slogan-slogan unggulan masing-masing.
Dalam tempo hitungan menit suasana SPAT menjadi tegang dan penuh wajah-wajah kasak-kusuk, dan suara bisik-bisik tidak jelas lebih-lebih ketika ada sebagian team sukses menyebarkan selebaran semisal kampanye, yang berisikan yel-yel untuk tokoh pilihannya. Pendukung Zubairin rupanya yang mampu beraksi dan sempat membuat banyak tanda tanya, ada serangan Fajar istilahnya. Teriakan nama zubairin serempak terdengar dan bergemuruh, namun tidak kalah setelah itu nama Fadil pun mulai memberi perlawanan, tak ubahnya seperti final piala dunia.
Hening terjadi ketika kedua calon, Fadil dan Zubairin mulai menunjukan misi dan visinya untuk KPJ kedepan lewat corong sambutan kandidat. “Visi saya adalah ingin memajukan KPJ”, kata Fadil singkat. Sedangkan bang Zubair dengan pasti mulai membacakan naskah visi misinya yang sudah dipersiapkan, yang diantaranya adalah "next generation" sebagai jargon visinya.
Kedua sambutan kedua calon tersebut masing-masing mendapat sambutan dan tepuk tangan yang sama gemuruhnya.
Ada ketegangan dirasakan oleh bang Fadil maupun bang Zubairin ketika beberapa peserta sidang mulai mempertanyakan dalam bentuk ungkapan bebas.
Debat kandidat yang digelar panitia membuat kedua calon kelabakan; Fadil nampak terpukul dengan peluru suara halus Ade Nailul Huda (salah seorang peserta sidang) yang mengklaim bahwa bang Fadil sebagai sosok calon ketua yang tidak intelek sedang bang Zubair juga nampak skak-ster ketika diancam oleh virus pernyataan ade tentang bagaimana jika massa pendukung bang Fadil hengkang dari dinamika KPJ di masa mendatang. Untuk pertanyaan pertama tadi, bang Fadil malah menjawab dengan kelakar, ”Untuk membuat orang jadi intelek mah gak usah harus intelek”. Lanjutnya, ”orang tua saya aja tolol tapi mampu membuat anak-anaknya menjadi sarjana”. Sedangkan untuk Zubairin sendiri malah memberi jawaban terhadap gertakan Sdri Ade dengan berapologi dan menawarkan program2 kerja yang menjanjikan. Sehingga fenomena tersebut memancing Editor Fajar ini malah memberi nilai kurang intelek pada kedua calon yang tegar ini, dikarenakan pertanyaan-pertanyaannya dijawab asal dan tidak nyambung katanya. Baik bang Fadil maupun bang Zubair sama-sama mendapat serangan yang mendadak dan tiba-tiba. Sdr Hasyim salah satunya lebih kepada menyorot pengurus KPJ lalu yang terkesan kurang membaur, tidak bisa merangkul anggota, tidak plural dan tidak ada kaderisasi. Hal-hal tersebut dilontarkannya kepada kedua calon yang semakin terlihat bakat alaminya. Lagi-lagi bang Fadil kembali menjawab dengan santai dan khas canda guraunya yang membuat masa tertawa namun jawabannya belum bisa mewakili. Adapun bang Zubair lebih kepada jawaban apa adanya yang mungkin belum terkonsep dengan rapih.
Mengangkat, memuji, untuk kemudian, mengkritik dan menjatuhkan kedua kandidat Pejuang KPJ, semua terdengar dan dilihat oleh peserta sidang yang makin diperkaya oleh aksi-aksi keduanya. Namun suasana detik-detik menegangkan malah menjadi saat yang sangat menarik cukup demokratis dan mengesankan. Ini jarang terjadi di KPJ.
Kertas pilihan digelar dan dibagikan dengan begitu kehati-hatian, nampak panitia kali ini begitu tegas dalam menegakkan demokrasi dan kejujuran.
Semua peserta mulai bertanya-tanya didalam hatinya, "siapa kiranya yang bisa kita pilih dari kedua orang yang sama anehnya…??? Yang satu malu-malu tapi mau, adapaun yang satu lagi mau tapi takut jadi bikin malu?
Kami memaklumi kebingungan peserta saat ini, karena hampir 65% dari yang hadir adalah anak baru kedatangan akhir 2004 yang sudah pasti tidak mengenal kedua tokoh 1001 malam ini…
Beberapa kemungkinan sebelumnya diduga, ‘bisa jadi bang Zubair akan menang dan bakal meraup suara terbanyak, karena kertas kampanye yang disebarkan para pendukung menjelang pemilihan cukup menarik memberi jawaban serta pesan sposor yang penuh madu, ditambah sosok foto bang Zubair yang terlihat cool terpampang, belum lagi sederet nama-nama yang yang turut mengusung visi Zubair walupun itu hanya formula iklan.
Akan tapi bang Fadil lebih kepada penilaian alami yang memang sudah dikenal semua orang, sedikitpun terlihat tidak ada yang berubah dari Fadil biasanya, begitupun pendukungnya yang nampak membiarkan peserta bebas menilainya. Setelah semua berjalan dan mulai dengan penghitungan suara, nampaklah wajah-wajah ketar-ketir dari peserta sidang yang masih setia walau belon sempat menikmati semur ayam buatan group konsumsi yang dikerjakan oleh trio libel: Hamdi, Wahid dan Fatih yang sudah hampir dingin.
Suara bang Fadil dan Zubair saling bersaut dan berimbang di 15 pertama dan sampai pada ke angka 25 berikutnya namun pada angka menjelang ke 30 suara Fadil mulai sering tertinggal, walau angka untuk Zubair sesekali hilang dari sebutan.
Namun apa yang terjadi angka untuk bang Fadil terhenti sampai di angka 34 sedang nama Zubair terus melaju sampai ke suara terakhir yaitu 42 suara.
“Believe it or not“ Percaya ataw tidak? ini sudah dilihat oleh semua peserta sidang, baik melihat langsung maupun lewat monitor TV yang disediakan panitia untuk peserta putri, yaitu: 42 suara untuk Zubair, dan 34 untuk bang Fadil, sedang suara peserta pemilih yang masuk saat itu 82 orang, lalu kemana sisanya? ternyata 6 suara lainya jatuh pada nama Baihaqi dengan mendapat 5 (lima) suara sedang satu untuk bang Kisanda.
Ada beberapa kecurigaan datang dari peserta untuk dihitung kembali baik jumlah peserta maupun jumlah kertas yang masuk. Hal ini bukan karena kurang percaya kepada panitia, akan tetapi sebagai ta’kid dan kejelasan demokrasi yang menjadi bahasa suci di setiap pemilihan.
Panitia berbesar hati dengan menuruti permintaan peserta dengan menjelaskan jumlah yang akurat dan tepat terhadap jumlah yang hadir dengan jumlah kertas yang masuk, meskipun panitia menerima 7 kertas titipan dari peserta yang pulang sebelum pemilihan. Hal inilah yang masih dipertanyakan, bahkan abang Irwan meminta ketegasan kembali dengan menanyakan aturan main panitia untuk kertas pemilihan, “apakah dapat diterima dan sah kertas suara bagi peserta yang tidak ada ditempat?” dan ada yang belum dilakukan panitia yaitu saksi di dalam memberi dan menerima kertas suara bagi peserta yang sedang atau akan meninggalkan ruangan sidang, satu lagi adalah saksi untuk menerima 7 suara siluman tersebut.
Pembaca yang budiman, Tragedi 11 september terjadi. Zubair tetaplah ketua terpilih dengan suara terbanyak, dan Fadil harus lega dengan beberapa sentuhan miris yang katanya mengiris. Semua ini tentunya karena baik itu Zubair maupun bang Fadil bukanlah satu dari keduanya yang menang maupun yang kalah, karena ini bukan pertarungan atau adu nasib, maksudnya baik Zubair maupun bang Fadil bagi kami, bagi panitia, bagi anggota bagi KPJ umumnya, mereka adalah pahlawan dan pejuang serta sebuah tauladan yang harus dikuti dan dipatuhi serta dihormati sebagai orang yang bertanggung-jawab, berdedikasi dan mau dengan jantan bekerja dan mengabdi pada organisasi KPJ. Tak berlebihan keduanya adalah bagai kedua gedung WTC yang kokoh.
Bisa kita lihat bagaimana Zubair dengan semangatnya menyampaikan visinya yang keluar dari hati nurani yang dalam, dan bagaimana pula ketegaran dan nyali besar bang Fadil dengan menerima sentuhan miris yang mengiris. Keduanya adalah cerminan sifat pemimpin sejati. Tinggallah kini Zubair dengan jargon “Kabinet Generasi” yang menjadi moto rezimnya ditahun 2005-2006 mendatang. Apakah upaya kaderisasi itu bisa terjawab, apakah KPJ akan lebih menunjukan dinamika yang didambakan sebagai organisasi kekeluargaan yang professional sebagaimana yang di yel-yelkan oleh bang Mustofa kamal? Apakah bang Zubairin dapat merangkul dan mengkomunikasikan seluruh warga KPJ yang dikenal majemuk, rewel, dan senang dengan gurauan sementara diam dan malu adalah gaya khasnya bang zubair di dalam bergaul? Apakah mazhab intlektualisme yang dianut Ade Nailul Huda dapat terpenuhi? bagaimana dengan kesiapan dan kaderisasi yang direncanakan bang Zubair? apakah bang Zubair dapat merangkul semua komponen warga betawi yang sudah dikenal rehat? Bagaimana corak kabinet bang Zubair yang mampu memenuhi semua elemen dan tidak terkesan "itu-itu melulu" sebagimana yang dikhawatirkan bang Tole. Sekian pertanyaan tersebut ada baiknya bukan untuk ditunggu jawabannya dari bang Zubair, yang terpenting jika saudara menginginkan seorang pemimpin ideal dan sempurna tentunya kita tidak menemuinya di KPJ dan di dunia sekalipun tapi jika saudara menginginkan tercapainya organisasi kekeluargaan yang ideal, maka saudara sendiri yang dengan berlapang hati turut di dalam membangun KPJ, menjawab sekian tanya tadi, artinya bila diminta menjadi pengurus terimalah sebagai amanah dan bukan sebagai pemenuhan janji-janji apalagi emosi, bila sudara menjadi anggota, bersiap-siaplah dengan segala keterbukaannya untuk hadir dan membangun, bila saudara adalah orang tua bantulah memberi tauladan yang baik dan mengarahkan, bila saudara termasuk lebih muda dan baru, janganlah sungkan ikut membantu dan berjalanlah bersama demi niat yang ikhlas..
Saksikan serial penampilan film dramtis in this year dengan judul:
“The next Generation”
peran utama: Zubairin sebagai Top leader KPJ. Bang Mustofa Kamal sebagai Ketua merbot MPO. Bang Rofi’i sebagai ketua saur sepuh MP.
Selamat menyaksikan...
Kairo 12 September ?2005
Team liputan dan publikasi SPAT/Fajar 2005/wbm_simbol.